Text
Rumah Panjang Tak Terlihat Lagi
Propinsi kalimantan Barat menyimpan kekayan utama berupa berupa hutan tropik yang luas dan lahannya dimanfatkan penduduk setempat untuk pertanian ladang dalam kondisi yang sepenuhnya berkelanjutan. Praktik perladangan selama ribuan tahun di wilayah ini tidak menimbulkan kerusakan hutan dan lingkungan sehingga ketika komersialisasi hutan dimulai sekitar akhir dasawarsa 60-an para pengusaha masih menemukan hutan tropik yang amat melimpah. Keadaan itu kini berbuah hutan tropik diubah menjadi lahan eksploitasi kayu hutan yang dilanjutkan dengan HTI atau perkebunan. Usaha penebangan melalui HPH ternyata sangat boros hutan, jauh lebih boros dibanding dengan perladangan yang selama ini dianggap sebagai sumber kerusakan hutan. Program TPI yang ditujukkan pemerintah kepada para pengusaha HPH untuk menjamin kelestarian rotasi penebangan sering dilakukan serampangan sekedar untuk memenuhi persyaratan. Buku ini menyajikan perubahan hutan tropik di Kalimantan Barat yang ternyata tidak hanya berdampak terhadap lingkungan, tetapi juga membawa masalah sosial. Usaha HTI dan PIR banyak mendatangkan masalah lingkungan, terutama karena sifatnya yang monokultur (menanam satu jenis tanaman) membutuhkan masukan unsur harga yang sangat tinggi, dan rentan terhadap serangan hama endemik. Sementara masalah sosial timbul karena HTI memerlukan tenaga kerja yang besar tetapi tenaga kerja yang diserap dari kawa dan sumatera (melalui program transmigrasi/HTI-trans). bukannya penduduk setempat. Ironisnya para transmigran yang diharapkan memberi contoh bertani kepada penduduk setempat, malah meniggalkan desa kota merembes ke pedesaan dalam bentuknya yang paling dangkal (gaya hidup) bukannya pemberdayaan potensi sosial ekonomi masyarakat.
2010299 | 577.3 PUJ r | My Library (500 RAK 11 (579-512)) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain